Klik Banjarnegara – Pengadaan barang dan jasa bukan hanya soal belanja, tetapi juga strategi. Jawa Tengah membuktikannya dengan aksi nyata: konsolidasi pengadaan yang terbukti mampu menghemat anggaran hingga puluhan persen. Inovasi ini langsung mendapat acungan jempol dari Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Hendrar Prihadi.
Berbicara dalam agenda bertajuk Peningkatan Tata Kelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Konsolidasi Pengadaan di Provinsi/Kota/Kabupaten Wilayah Jawa Tengah yang digelar di Kantor Gubernur Jateng pada Kamis (19/6/2025), Hendi—sapaan akrabnya—tak ragu menyebut Jawa Tengah sebagai pionir dalam efisiensi belanja pemerintah.
“Kenapa ini penting, karena catatan dari hasil konsolidasi di Jawa Tengah, hampir 20–30 persen anggaran itu bisa dilakukan efisiensi,” ungkapnya, menyoroti dampak besar dari konsolidasi yang telah diterapkan selama dua tahun terakhir, termasuk pada sektor belanja seragam dan alat kesehatan.
Bukan sekadar pujian, Hendi juga berharap semangat efisiensi ini bisa menular ke seluruh wilayah di Jateng. Menurutnya, konsolidasi bisa menjadi kunci agar anggaran pengadaan tidak sekadar habis untuk pembelian barang, tapi bisa dialihkan untuk mendukung pembangunan lainnya.
“Sehingga akhirnya anggaran belanja pengadaan bisa lebih efisien, dan bisa digunakan untuk pembangunan yang lain,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia menegaskan bahwa tata kelola pengadaan yang baik bukan hanya soal administrasi, tapi juga berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Inilah mengapa pendekatan konsolidatif menjadi sangat relevan di era digital dan transparansi saat ini.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, turut menyambut baik dorongan dari LKPP. Ia memastikan bahwa Pemprov Jateng tidak akan berhenti pada pencapaian saat ini, tetapi terus melanjutkan upaya perbaikan pengadaan secara menyeluruh.
“Tadi sudah disampaikan bahwa konsolidasi sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” ujarnya. Ia menambahkan, pemprov juga berupaya memperkuat sistem dengan menggandeng akademisi dan komunitas pengadaan untuk menilai efektivitas serta kualitas belanja daerah.
Kinerja luar biasa ini ternyata tercermin dari angka-angka yang dirilis oleh LKPP RI per 16 Juni 2025. Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) tertinggi, yakni mencapai 89,1 persen. Ini menunjukkan komitmen serius terhadap keberpihakan pada produk lokal.
Dalam hal nominal, realisasi belanja PDN oleh Pemprov Jateng menyentuh angka Rp1,696,5 miliar, dan Kota Semarang menjadi penyumbang terbesar dengan nilai fantastis Rp608,3 miliar.
Bukan hanya PDN, catatan positif juga tampak pada mekanisme e-Purchasing yang kini semakin masif digunakan. Jateng mencatat realisasi e-Purchasing sebesar 57,4 persen, atau senilai Rp1,092,8 miliar. Lagi-lagi, Kota Semarang memimpin dengan belanja hingga Rp395 miliar, diikuti oleh Surakarta dan Banyumas.
Data tersebut memperkuat posisi Jateng sebagai provinsi yang tak hanya cepat beradaptasi dengan digitalisasi, tetapi juga unggul dalam membangun sistem pengadaan yang lebih efisien, transparan, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Lewat strategi konsolidasi dan penguatan pengadaan digital, Jawa Tengah membuktikan bahwa reformasi birokrasi bukan sekadar slogan, melainkan aksi nyata yang menghasilkan penghematan besar dan pertumbuhan ekonomi lokal yang nyata.(*)